Beranda » ANGGARAN » Parpol Cenderung Membangkang, Rata-Rata Tunggu Digugat

Parpol Cenderung Membangkang, Rata-Rata Tunggu Digugat

ARSIP

Dari Hasil Workshop dan Training Akuntabilitas JPIP – USAID di Banda Aceh

20140319_164344_peluncuran-peraturan-komisi-informasi-no-1-tahun-2014
(Dari kanan) Ketua Bawaslu Muhammad, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Judhariksawan, Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono dan Komisioner KPU Ferry Kurniawan mengikuti launching Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2014 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Informasi Pemilu di Kantor KIP, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Selasa (18/3)
Pada 9 April pekan depan, perhatian publik Tanah Air terfokus pada pesta demokrasi; pemilu legislatif. Sayangnya, keberadaan partai politik (parpol) peserta pemilu masih cenderung membangkang dan tak memberikan contoh yang baik di masyarakat. Apalagi tidak ada satu pun parpol yang terbuka memberikan informasi ke publik.
SINYALEMEN kurang edukatif ini diutarakan Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Abdulhamid Dipopramono saat menjadi pemateri workshop dan training Strengthening Integrity and Accountability Program II (SIAP II) bertajuk “Penguatan Pola Komunikasi Lembaga Negara dengan Media Massa” gelaran The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) bekerja sama USAID Indonesia di Banda Aceh, Rabu (26/3).

“Tidak ada satu pun parpol yang terbuka informasi. Kita mau apa, parpol ini tidak ngajari yang baik. Mereka juga ‘kan terima dana dari APBN. Kalau APBN, ketentuannya dalam Pasal 15 UU KI, parpol itu harus menayangkan laporan keuangannya, menayangkan pengurus-pengurusnya, membuka informasi tentang pengambilan kebijakan mereka,” bebernya.
Tapi yang penting bagi masyarakat, sebut Abdulhamid, terkait laporan keuangan para parpol. Sayangnya, mereka ini semuanya menunggu digugat di sidang sengketa informasi, baru tergerak memberikan data yang dikehendaki publik. “Jadi parpol ini cenderung membangkang. Tidak memberi contoh yang baik,” ucapnya.
Menghadapi pemilu, jelas dia, KIP telah menerbitkan Peraturan Komisi Informasi (Perki) Nomor 1 Tahun 2014 tertanggal 18 Maret 2014 tentang standar layanan dan prosedur penyelesaian sengketa informasi pemilu. Peraturan ini, katanya, untuk mempersingkat waktu permohonan sengketa yang diajukan masyarakat.
“Ini untuk mempersingkat waktu permohonan sengketa yang tadinya 14 hari, jadi dua hari. Ini khusus menangani sengketa pemilu. Kalau sengketa biasa ‘kan sudah diatur dalam UU. Kalau pemilu, selama ini ‘kan aktornya KPU dan Bawaslu. Makanya kita bergabung dalam keterbukaan informasi di tahapan pemilu dalam pelaksanaan maupun hasil,” terangnya.
Pihaknya memperkirakan, yang banyak sengketa informasi seputar hasil pemungutan suara. “Selama ini sengketa pemilu ditangani bawaslu, sengketa hasil pemilu ditangani MK, lalu sengketa informasi itu ditangani KIP,” tambahnya.
Tahun ini, sambung dia, total kasus yang ditangani KIP sekira 1.200 perkara. Begitu pun kasus yang diselesaikan KIP, tercatat 900-an. Sedangkan perkara keterbukaan informasi yang digugat ke PTUN, ada sekira dua persen. “Itu dominan laporan tentang keuangan di kementerian. Pemohon kebanyakan masih ormas,” ungkapnya.
Walau begitu, Abdulhamid tidak menampik masih banyak warga yang belum mengetahui keberadaan dan eksistensi KIP. Ini disebabkan sosialisasi yang dilakukan KIP masih sangat minim. “Pengetahuan masyarakat tentang UU KIP hanya 25 persen pada 2014. Ini diakibatkan kurangnya sosialisasi. Bahkan anggaran Rp 14 miliar diperoleh KIP tahun ini, juga tidak mencukupi. Karena dana itu sudah termasuk gaji, program, dan lainnya. Sedangkan anggaran sosialisasi itu ada di Kemenkominfo,” imbuhnya.
Untuk diketahui, pada hari kedua workshop dan training SIAP II di Aceh, terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama menghadirkan narasumber Kepala Biro Hukum dan Humas BPKP RI Triyono Haryanto, Kepala Biro Hukum dan KIP KemenPAN dan RB Herman Suryatman, serta Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Roejito. Pada sesi kedua, tampil Ketua KIP Abdulhamid Dipopramono dan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh Taqwaddin Husin.
Kepala Biro Hukum dan KIP KemenPAN dan RB Herman Suryatman pada paparannya menjelaskan tentang 9 program percepatan reformasi birokrasi. Antara lain, penataan struktur birokrasi, penataan jumlah dan distribusi PNS, sistem seleksi dan promosi secara terbuka, peningkatan profesionalisme PNS, pengembangan sistem pemerintahan elektronik, kualitas pelayanan publik, hingga transparansi dan akuntabilitas aparatur.
HAKIM NAKAL
Sementara itu, Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi KY Roejito menjelaskan, lembaga Komisi Yudisial dalam penyelenggaraan pemerintahan berperan mengusulkan pengangkatan hakim agung, dan mempunyai wewenang lain guna menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Untuk mempermudah akses media dan layanan laporan masyarakat kepada KY, telah dibentuk 6 kantor penghubung di Surabaya, Semarang, Samarinda, Medan, Makassar, dan Mataram.
Sepanjang 2013 sebut Roejito, dari 209 hakim yang bertugas di Aceh, 32 di antaranya dilaporkan masyarakat ke KY. Mayoritas laporan terkait dugaan suap. Untuk itu, KY Pusat meminta masyarakat di daerah secara individu maupun kelompok agar tidak segan-segan melapor bila menemukan perilaku menyimpang para hakim dalam memutuskan suatu perkara.
Sejak 2005 hingga 2013, sambung dia, KY telah menjatuhkan sanksi terhadap 259 hakim nakal di seluruh Indonesia, dari 9.752 laporan. “Umumnya laporan dilayangkan karena dugaan menerima suap,” katanya. Adapun sanksi yang dijatuhkan kepada hakim yang bersalah, di antaranya sanksi berat berupa hakim non-palu, pemberhentian tetap, serta sanksi ringan berupa teguran tertulis serta penundaan gaji.
Untuk menghindari praktik hakim nakal, lanjut dia, KY juga memantau persidangan terutama sidang yang menyangkut kepentingan publik. “Jika ada aroma penyuapan dan yang lain-lain. Bisa saja hakim dalam mengeluarkan putusan, yang seharusnya iya jadi tidak. Karena hak independensinya terganggu, jadi bisa saja putusannya tidak semestinya,” terangnya.
Direktur Eksekutif JPIP Rohman Budijanto menambahkan, tujuan workshop dan training tersebut guna mewadahi lembaga negara untuk melakukan upaya diseminasi informasi terkait isu-isu akuntabilitas secara langsung kepada para jurnalis dan pegiat LSM.

“Tujuan lainnya untuk memperluas pemahaman dan komitmen penguatan akuntabilitas antara lembaga negara dengan media massa, menghimpun aspirasi dan tanggapan publik atas dorongan upaya akuntabilitas yang dilakukan lembaga negara selama ini,” ucapnya.


Tinggalkan komentar